e hënë, 23 korrik 2007

Martin Heidegger (1889 – 1976)


Heidegger lahir di desa Messkirch, Jerman. Pada tahun 1909 dia masuk masyarakat Jesuit untuk memperdalam ilmu agama. Heidegger tertarik ilmu agama, matematika, dan filsafat. Heidegger juga pernah masuk angkatan bersenjata Jerman hingga pangkat kopral. Pada tahun 1919 Heidegger memutuskan untuk pisah dari paham Katholik dogmatis. Pada tahun 1924 Heidegger berjumpa dengan Hannah Arendt seorang pemikir sosial juga, yang kemudian mereka menjalin cinta.
Seperti halnya Nietzsche, Heidegger adalah perintis kritik terhadap proyek modernitas yaitu postmodernisme. Namun berbeda dengan Nietzsche yang melakukan dekontruksi radikal terhadap oposisi biner dan membiarkannya tercerai berai dalam kondisi nihil, Heidegger lebih afirmatif dengan berusaha merekontruksi pasca dekontruksi. Dalam Being on Time Heidegger mengajak manusia lepas dari paham humanisme rasional modernitas, manusia tidak dapat lagi dianggap satu-satunya ukuran atau landasan dalam menentukan bentuk kehidupan. Ada semacam toleransi terhadap Yang Ada. Wawasan humanisme Heidegger bersifat terbuka dengan memberikan peluang besar bagi penafsiran (polysemi). Di zaman kontemporer ini eksistensi manusia tak lebih dari sebuah citraan belaka yang ironis dan hanya mengutamakan permaian bebas tanda dari pada kebenaran dan makna transenden. Manusia terperangkap dalam dunia umum keseharian common sense yang merupakan manipulasi image. Eksistensi manusia hakekatnya berakhir dalam kematian, namun setelah mati itu tetap ada eksistensi yaitu ada untuk Sang Lain. Ada hakekatnya eksist bukan sekedar present, sedangkan modernisme menghadirkan ada hanya sekedar citraan.

Friedrich Nietzsche (1844 – 1900)

Nietzsche lahir di desa Röcken, Jerman. Ayahnya adalah seorang pastor Lutheran, namun pada usia empat tahun ayahnya meninggal. Hanya dia yang laki-laki dalam keluarga besarnya yaitu ibu, nenek, beberapa bibi, dan seorang saudari. Nietzsche tercatat memiliki beberapa penyakit akibat gaya hidupnya seperti migren, mag dan sipilis. Filsafat Nietzsche banyak dipengaruhi oleh Richard Wagner.
Jika Comte dijuluki bapak sosiologi, Nietzsche adalah bapak postmodern, karena dialah bersama Heidegger yang pertama kali mengkritik modernisme. Konsep yang terkenal dari Nietzsche adalah will, tentang kehendak akan kekuasaan yang melatarbelakangi setiap wacana. Dalam Genealogy of Morals memaparkan ketidakmungkinan menyusun satu herarkhi nilai, karena sifatnya yang sangat relatif, sehingga tidak dapat dinilai baik buruknya, tanpa kita pernah curiga atau meragukan yang mengarah ke nihilisme, karena itu Nietzsche lebih memilih skeptis, antipondasi, anti ideologi, anti sosial lewat dekontruksi radikal dengan meolak setiap kategori, anarkis, anti kriteria, tidak ada yang dominan, tidak ada yang benar, tidak ada yang bermakna. Statement Nietzsche yang kontroversial adalah tentang Tuhan telah mati dan digantikan oleh manusia unggul (superman).

Michel Foucault (1926 – 1984)


Foucault lahir di kota Poitiers, Perancis, dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara, adiknaya laki-laki sedangkan kakaknya perempuan. Orang tuanya berprofesi di bidang medis, begitu pula dengan kakeknya. Foucault banyak membaca tulisan-tulisan ahli filsafat Jerman seperti Heiddeger dan Nietzsche yang kemudian mempengaruhi pemikirannya. Foucault bersama Althusser juga mengelola sekolah dengan murid-murid yang memiliki kecerdasan tinggi, yaitu ENS (Ecole Normale Superieure). Akibat gaya hidupnya yang eksentrik, pada akhir hayatnya dia meninggal akibat AIDS.
Foucault adalah filsuf yang mendukung postrukturalisme sebagai di seberang jalan strukturalisme. Postrukturalisme yang inheren dengan postmodern berusaha membongkar setiap klaim oposisi biner, herarkhi, dan validitas kebenaran universal, namun justru merayakan permainan bebas tanda serta ketidakstabilan makna dan kategori intelektual. Menurut Foucault, kekuasaan kini telah tersegmentasi berasal dari daerah marginal dan bisa dilihat secara positif karena menghasilkan kesenangan dan kreatifitas, relasi kekuasaan itu lewat diskursus (wacana) dimana satu sama lain saling berkaitan dan menghasilkan pengetahuan baru. Konsep panoptikon adalah mekanisme yang didalamnya terdapat relasi orang yang menguasai dan yang dikuasai, menimbulkan kesadaran dikontrol secara terus menerus sebagai keberfungsian kekuasaan. Genealogi adalah model analisis wacana Foucault yang melihat relasi yang tak terpisahkan antara pengetahuan dan kekuasaan di dalam diskursus, sedangkan arkeologi adalah kategori epistemologi yang mempelajari tentang berbagai praktek diskursus beserta aturan-aturan main yang ada di baliknya.

Jacques Derrida (1930 – 2004)


Derrida adalah keturunan Yahudi yang lahir di El-Biar, Algeria (Aljasair). Masa kecilnya diwarnai dengan situasi kolonialisme tanah airnya yang membuat kemudian pindah ke Perancis untuk menuntut ilmu. Setelah lulus dia kembali ke Aljasair dan menuntut ilmu di ENS, yaitu sekolah yang dikelola oleh Althusser dan Foucault. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Heidegger, Nietzsche, Adorno, Levinas, Husserl, Frued, Saussure, Rousseau, dan Sartre.
Derrida tergolong sosiolog dan filsuf berwatak postmodern, yang merayakan perbedaan dan pluralitas serta menolak reduksi segala hal ke dalam satu pengertian atau pola tertentu. Adalah dekontruksi yang menurut Derrida sebuah afirmasi akan yang lain (the other) yang meneguhkan pentingnya perbedaan di tengah dunia yang dibayangi hasrat kebenaran mutlak, logosentris telah mati dengan lahirnya dunia baru tanpa pusat, tanpa subjek, tanpa ontologi (being), tanpa sandaran makna dan kebenaran. Dekontruksi tidak hanya mengkritik, tetapi merombak dan mencari kontradiksi-kontradiksi yang inheren dalam bangunan tersebut lalu membiarkan centang perentang dan ketidakmungkinan di bangun kembali. Derrida menolak dikotomi konsep (oposisi binner) yang mensubordinasi yang satu khas strukturalisme yang bertendensi hasrat kuasa. Derrida memperkenalkan konsep difference, yaitu kemungkinan-kemungkinan lain yang mengejutkan, tak terduga, yang membuat cemas dan seolah kita kehilangan makna. Difference adalah penundaan dan ketidakmungkinan kehadiran dan proses menjadi secara terus menerus.

Jean Baudrillard (1929 – 2007)


Baudrillard dilahirkan di kota Reims, Perancis, namun studinya justru berkaca pada budaya Jerman, kemudian dia memperoleh doktoralnya di bidang sosiologi. Pada tahun 1966 dia mulai mengajar di universitas X-Nanterre Perancis.
Banyak ilmuan sosial yang lain menuduh Baudrillard adalah pendukung postmodern, namun pada dasarnya banyak studinya yang membahas tentang masyarakat kontemporer seperti masyarakat konsumen, konsumsi sebagai bahasa sosial, dunia telekomunikasi, dan dongeng dengan strukturnya. Baudrillard habis-habisan mengkritik modernisme yang kini semakin menjadi empirisme radikal yang ditandai dengan matinya subjek di dalam logika objek. Diri (self) yang transenden kini dirampas oleh objek yang imanen. Subjek (manusia/ cogito) menjadi fatal karena terserap kedalam logika sang lain (objek, sistem, simbol, dan sebagainya) lewat simulakrum yang palsu tetapi di anggap benar. Hipermodernitas adalah ketika segalanya tampil melampaui realitas kenyataan sebenarnya (hypereal). Baudrillard juga menyoroti kecenderungan mayoritas masyarakat diam terhadap citra yang ditampilkan, mereka mempercayai apa yang telah terdistorsi. Adalah implosi, sebuah analogi astronomi yang menjelaskan tentang kondisi peledakan ke dalam atau mengumpul ke pusat secara sosial ketimbang eksplosi, karena masyarakat kontemporer saat ini dibanjiri dan terhisap oleh simbol dan tanda yang menghampiri tanpa reserve untuk mengartikulasi. Yang menghampiri itu adalah seduction yang tak lagi psikis, ketaksadaran, ataupun represif, melainkan permainan. Adalah ironi, yaitu pemutarbalikan, distorsi, dan permainan realitas.

e shtunë, 14 korrik 2007

Pierre Bourdieu (1930 – 2002)



Pierre Bourdieu adalah sosiolog dan intelektual publik yang lahir di Denguin, Perancis. Bourdieu banyak memperkenalkan tulisan-tulisan tentang budaya kontemporer, kekayaan berdasarkan pendidikan dan status sosial, kesuksesan pendidikan tergantung daya serap etos dan budaya, serta kelas dominan yang dipengaruhi strukturalisme.
Esai Bourdieu membahas tentang simbol, namun bukan dari sisi interaksi simboliknya, tetapi lebih pada efek simbol terutama pada kebudayaan mutakhir ini. Konsep Bourdieu yang masyur adalah tentang kekerasan simbol, yaitu sebentuk kekerasan yang halus dan tak tampak, tak dikenal karena menyembunyikan dari mekanisme tempatnya bergantung. Simbol memiliki kekuatan dalam mengontruksi realitas yang mempu menggiring orang untuk percaya, mengakui, legitimate, dan mengubah pandangan common sense tentang realitas. Kekerasan simbol menggiringmanusia kearah mekanisme sosial yang didalamnya relasi komunikasi berhubungan dengan relasi kekuasaan yang cenderung melanggengkan posisi dominan. Mereka yang memiliki modal simbolik adalah yang menguasai dan memiliki otorita dalam menentukan arah pasar simbolik. Kekuatan simbol tak lain dari kekuatan dalam mengontruksi realitas yang berupaya menciptakan singularitas ideologi, tanda, dan makna.

Louis Althusser (1918 – 1990)



Louis Althusser dilahirkan di Algeria (Aljasair), pada tahun 1948 bergabung dengan partai komunis di Paris. Althuser banyak dipengaruhi filosofi Marx, Hegel, dan Lenin. Althusser juga berteman dengan Jean Paul Sartre, sedangkan Foucault adalah siswa dari Althusser.
Althusser berusaha mendamaikan Marxisme dengan Strukturalisme, konsep terkenal dari Althusser yaitu tentang ideologi aparatus negara, dimana ideologi dan aparatus digunakan untuk mempertahankan dominasi kekuasaan, ideologi mendominasi lewat mekanisme ajakan (interpellation). Penanaman ideologi dilakukan secara berulang-ulang hingga yang didominasi menganggap biasa (naturalisasi), dan tidak sadar bila dirinya sedang dicuci otak. ISA (Ideological State Apparatus) ialah alat negara yang berfungsi menanamkan ideologi kedalam masyarakat luas melalui berbagai aparatur seperti sekolah, media, rumah ibada, dan sebagainya.

W. G. Sumner (1840 – 1910)



William Graham Sumner lahir di Paterson, New Jersey, Amerika. Kedua orang tuannya adalah keturunan Inggris. Sumner banyak belajar mengenai bahasa, ilmu agama, dan filsafat. Pada tahun 1867 dia ditasbihkan uskup gereja Protestan. Sumner sangat dipengaruhi oleh Spencer dalam kajian struktur masyarakat manusia.
Konsep Sumner yang digunakan sosiologi hingga saat ini adalah tentang klasifikasi masyarakat yang terdiferensiasi kelompok kita (we group/ in group) dengan kelompok lain (other group/ out group). Sumner melihat, kelompok mereka sendiri sebagai pusat segala-galanya dan diharapkan menjadi acuan bagi kelompok luar sehingga menimbulkan etnosentris. Dalam masyarakat modern perasaan yang berkembang adalah patriotisme, suatu pengorbanan terhadap kelompoknya atau negara, dan kemudian berkembang lagi menjadi chauvinisme, atau cinta terhadap kelompok atau negaranya secara berlebihan.

Lewis A. Coser (1913 - )



Lewis Alfred Coser adalah anak dari keluarga Yahudi borjuis, dilahirkan di Berlin, Jerman. Meskipun dari keluarga kaya dia lebih memilih anti kemapanan, sejak muda sudah bergabung dengan pergerakan sosialis. Ketika Hitler menguasai Jerman, dia melarikan diri ke Paris, disanapun dia juga bergabung dengan kelompok radikal, dia banyak menulis artikel-artikel sosial politik untuk penerbitan sayap kiri dengan menggunakan nama samaran Louis Clair.
Coser banyak mengembangkan perspektif George Simmel dalam karya-karya sosiologinya. Karena itu Coser masuk ke dalam tokoh fungsionalisme konflik modern. Jika kaum fungsionalisme melihat konflik itu disfungsional, Coser melihat konflik secara fungsional, konflik merupakan bentuk interaksi yang tunduk pada perubahan, konflik dapat memperkuat identitas ingroup, sumber kohesi, dan dapat disalurkan lewat lembaga katup penyelamat (safety valve). Konflik adalah tanda-tanda kehidupan, konflik bisa berupa konflik realistis yang lahir dari kekecewaan atas tuntutan-tuntutan dari hubungan sosial, dan konflik non realistik yang merupakan kebutuhan untuk meredakan ketegangan, seperti lewat pengkambinghitaman.

Erving Goffman (1922 – 1982)



Erving Goffman lahir di kota Alberta, Canada, setelah lulus dari universitas Toronto, dia kemudian mendapatkan PhDnya di universitas Chicago. Ia belajar sosiologi dan antropologi sosial, bahkan karena profesinya itu dia mampu menguasai sepuluh bahasa.
Goffman adalah sosiolog interaksionisme simbolik, karyanya yang spektakuler adalah konsep dramaturgi, dimana dia menggunakan kiasan panggung sandiwara teater untuk menjelaskan bagaimana individu memainkan perannya terhadap individu yang lainnya. Dalam proses pembuatan karyanya itu, Goffman menggunakan etnografi yang bersandar pada pengamatan dan keikutsertaan dari pada sekedar data statistik. Teorinya yang terkenal adalah tentang tindakan sosial rutin (routine) yang bertujuan untuk menunjukkan (show) kepada orang lain agar terkesan (impression) oleh penampilan (appearance) dan gaya (manner) individu masing-masing yang berfungsi sebagai stimulasi lewat peran interaksi (interaction role).